Keindahan karang bawah laut Wakatobi termasyhur hingga mancanegara. Tak heran, bila kemudian ada jargon “Belum ke Wakatobi jika belum melakukan diving atau sekadar snorkeling untuk melihat taman surga bawah lautnya”
Bagi pengunjung yang tidak
bisa berenang, tantangan itu cukup menciutkan nyali. Jangankan menyelam di
kedalaman air laut
yang melimpah. Untuk memandangi permukaannya saja, kecil hati ini dibuatnya, dalamnya laut siapa yang tahu? Bayangan panik berada di kedalaman laut dan kejadian yang tak terduga menjadi hantu yang dapat mengalahkan keinginan untuk memecah jargon di atas.
Yang tidak bisa berenang, tak perlu
khawatir. Sebab dua aktivitas yang bisa membawa kita melihat keindahan taman
karang di kedalaman laut ini tidak menuntut seseorang pandai berenang. “Yang
penting adalah berani!” tegas Master Diving dari Patuno Dive Center, Amir (38)
yang kami temui saat mendaftar diving yang akan kami coba untuk kali
pertama ini.
Di ruang kantornya yang terletak
di samping Restoran Patuno, resort di mana kami menginap selama kunjungan ke
Wakatobi, kami mendaftar dengan mengisi formulir yang menyatakan berani
menanggung segala risiko bila terjadi sesuatu selama mengikuti diving, riwayat
penyakit yang cukup membahayakan seperti jantung, asma, atau nerves dan panik
yang berlebihan. Namun, bila jawabannya ‘tidak’. Proses pendaftaran itu pun
selesai. Petugas hanya memastikan apakah kami sudah cukup mendapatkan sarapan
karena aktivitas di air akan menguras energi.
Setelah memilih pakaian
khusus diving sesuai ukuran dan model, juga kaki katak, kami pun dipersilakan
siap-siap. Petugas akan menjemput kami di kamar dan mengantar ke tempat diving
untuk pemula yakni dermaga Sombu yang memakan perjalanan bermobil sekitar 15 menit dari resort.
Pagi itu, selain kami bertiga, ada dua divers
lain yang memang datang ke Wakatobi khusus untuk menyelam. Catharina turis dari
Belgia yang sehari sebelumnya datang bersamaan dengan pesawat yang kami
tumpangi. Juga Ika, wanita pengusaha yang sedang ada urusan bisnis di Kendari.
Secara khusus, dia mampir ke Wakatobi demi melihat keindahan biota laut di pusat segitiga terumbu karang
dunia ini. Keduanya telah lebih dulu
berangkat ke Sombu. Dan ketika kami sampai di kapal, kedua wanita ini telah
menceburkn diri ke laut.
Turun dari mobil di dermaga,
kami disambut kapal perahu longboat
ukuran sekira sepuluh meter, yang akan membawa kami bertiga yang didampingi Amir
ke kapal kayu yang tampak terapung di tengah laut.
Setibanya di kapal kayu, kami
dikenalkan kepada awak kapal dan seorang master diving lain yang akan mengawal
kami menyelam, Sabar (27). Tanpa buang waktu, kami diminta untuk mengenakan
baju diving yang sudah disiapkan terlebih dahulu di kapal. Kemudian Amir mem-briefing kami tentang peralatan dan tata
cara penggunaan alat diving. Terpenting, bagi kami yang baru kali pertama
menyelam adalah mlakukan pernafasan dengan menggunakan tabung oksigen. “Kita tidak
menghirup nafas dengan hidung, melainkan dengan mulut untuk menarik dan mebuang
nafas,” ujar Amir.
Amir menjelaskan, kita akan
perlahan melakukan latihan sampai kami bisa, yaitu mencoba alat pernafasan
melalui oksigen, sejak di kapal dan membiasakan menggunakannya di air. Setelah
itu, kami dikenalkan dengan peralatan yang menempel di jaket pelampung. Selain
tabung okisgen dengan selang dan respirator, ada kacamata atau google yang
harus dikenakan. Kami juga diajari cara mengatasi masalah jika kacamata kita
masukan air saat berada di kedalaman laut. Yakni cukup dengan menengadahkan
kepala, menekan bagian kening dan mengembuskan napas kuat-kuat melalui hidung.
Masalah lain yang kemungkinan
bakal terjadi adalah tekanan pada telinga saat kita kita masuk kedalaman
tertentu. Untuk mengatasi itu, kita diajari untuk melakukan penyeimbangan
dengan cara membuang udara yang menyumbat telinga. “Sama seperti saat kita naik
pesawat. Telinga akan terasa ada yang ngeblok
biasanya kita bisa menelan ludah. Tapi kalau dalam kondisi penyelaman ini kita
bisa melakukan cara tarik napas kemudian pencet hidung dan hembuskan ke arah
telinga,” kata Amir, penyelam lokal yang telah bergabung sejak Patuno Dive
Center berdiri pada sektar 2009 lalu.
Sedangkan untuk tenggelam dan
mengapung di air, baik Amir dan Sabar mengatakan, tak perlu khawatir. “Ada
selang dengan dua tombol untuk menggembungkan dan mengempiskan pelampung. Namun
itu kalian gak usah khawatir kami yang akan mengendalikan,” terang Amir.
Apalagi Amir menjamin, semua
pemula, bahkan yang tak bisa berenang pun dipastikan dapat melakukan penyelaman
sama halnya seorang master. “Itu bisa dipastikan dengan foto-foto yang nanti
akan kita buat,” ujarnya.
Memang untuk menyerap
pengetahuan baru dalam waktu sepuluh menit agak menyelipkan panik di hati.
Namun, karena keyakinan dua master dive yang cukup meyakinkan, keraguan pun
berubah menjadi penasaran. Hingga akhirnya kami bertiga diajak terjun ke lautan
yang dangkal untuk melatih cara bernapas di air.
Namun apa yang terjadi? Byurr... begitu badan dan kepala kita
tenggelamkan, bernapas dengan mulut ternyata tidak sesulit seperti yang tadi
dipraktikkan di atas perahu. Dan, subhanallaah....
begitu melihat terumbu karang yang cantik, rasa penasaran mengalahkan ketakutan
yang sebelumnya dibayangkan. Hingga tak terasa satu jam lamanya kami bertiga menyusuri tebing-tebing di dasar laut, menikmati keindahan
terumbu karang yang masih hidup dan ikan-ikan yang warna-warni. Kendati kami
hanya menyelam di kedalaman 5 meter, kami puas. Setidaknya foto-foto membuktikan
kami pernah menyelam seperti ikan yang bebas di lautan. (*)
No comments:
Post a Comment