Saturday, June 15, 2013

Dilarang Galau di Jembatan Akar




MITOS dan kepercayaan akan suatu tempat, dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk membungkus tempat-tempat wisata agar lebih menarik perhatian.

Cerita yang membuat penasaran ini tiba-tiba meluncur dari salah satu penjaga stan KPDT Expo yang orang asli Painan saat saya dan teman-teman dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) ingin berwisata ke Jembatan Akar yang menjadi kebanggan Masyarakat Kabupaten Pesisir Selatan.

Konon, saat menyeberang jembatan yang usianya sudah ratusan tahun itu, hati kita harus dalam kondisi bersih dan tenang. “Jadi kalau ada yang lagi galau, jangan coba-coba ya menyeberangi jembatan itu. Bisa ngesot dibuatnya,” katanya bersungguh-sungguh.

Demi mendengarnya, kami pun tertawa dan komentar pun berhamburan, membenarkan, dan saling menggoda agar tidak galau. Namun intinya, cerita itu malah bikin penasaran, dan semua peserta siang itu ingin buru-buru berangkat ke jembatan akar yang hanya sekira 30 menit ditempuh dengan mobil dari Pantai Carocok. 



Kunjungan ke Jembatan Akar saat itu tentu menjadi wajib mumpung kita sudah berada dekat dengan lokasi, saat KPDT menggelar Expo di Pantai Carocok Painan 15-17 April lalu.
Akhirnya berangkatlah rombongan dengan menumpang dua mobil yang tersedia. Melalui jalan utama arah Kota Padang, Jembatan akar terletak di kampung Pulut-pulut kecamatang Bayang Utara.

Objek wisata ini berjarak 24 KM dari Painan dan 65 KM dari Padang. Jembatan akar ini merupakan objek wisata yang sangat unik karena jembatan ini terbentuk dari penyatuan jalinan akar-akar pohon beringin, sehingga membentuk suatu jembatan, dan yang menarik lagi di bawahnya terdapat sungai/batang Bayang, yang dapat digunakan untuk aktivitas arung jeram.

Jembatan ini kali pertama dibuat oleh seorang tokoh masyarakat bernama Pakiah Sokan pada 1916 dengan tujuan untuk menghubungkan dua desa yang terpisah sungai. Kondisi jembatan ini semakin lama semakin kuat karena semakin besarnya akar pohon beringin yang membentuknya. Panjang jembatan ini 25 M dengan lebar 1,5 M, setiap hari libur tempat ini selalu ramai dikunjungi wisatawan.

Kendati jembatan akar cukup terkenal dan menjadi kebanggaan warga, objek wisata ini tidaklah terkelola dengan baik. Di pintu masuk hanya terdapat satu gapura  yang kusam dan bangunan untuk penjualan loket yang tidak terawat. Di sampingnya ada warung yang menjual makanan kecil dan minuman.

Memang untuk memasuki lokasi wisata ini, pengunjung dipungut bayaran. Namun tentu saja pendapatan itu tak cukup untuk biaya pemeliharaan.

Menuruni undakan tangga ke arah sungai. Kiri kanan hanyalah kebun biasa yang cenderung tidak dimanfaatkan. Setelah menuruni beberapa anak tangga maka terlihatlah pohon beringin pertama yang sangat besar dan tampak tua karena akar-akarnya yang melilit dan menonjol tampak sudah rapuh. Jembatan dengan lebar 1,5 meter itu pun tampak kesepian di atas sungai Bayang yang terbentang lebar dengan aliran air yang cukup deras.

Setelah berfoto dan mengambil pemandangan sekeliling di pintu masuk jembatan, kaki-kaki kami pun tak sabar melangkah menapaki akar yang saling terjalin dari sisi satu ke sisi lainnya di mana akar dari pohon beringin yang besarnya sama menjulur membentuk jalinan kuat untuk menopang warga yang membutuhkan jembatan.

Di awal langkah, tampak akar-akar sebesar paha manusia dewasa yang kokoh menjulur dan saling terkait, mengesankan pijakan yang kuat. Namun, semakin ke tengah, perasaan ragu mulai menyergap. Akankah jembatan ini kuat menopang. Apalagi ada seorang nenek yag tengah duduk dan berpegangan pada sisi jembatan, tampaknya dia menunggu rombongan kami yang ingin menyeberang dan berfoto-foto di tengah jembatan. Apakah dia sedang galau?

Rupanya si nenek hanya kurang percaya diri. Betapa tidak, saat rombongan kita sekitar 10 orang melintas, ternyata di tempat dia menapak, akar-akarnya lebih kecil (ujung) dibanding akar di pangkal yang lebih besar. Jalinan akar-akar kecil itu, kendati diperkuat dengan kawat baja yang lumayan besar dan ditutup dengan papan. Kondisi itu tetap aja cukup membuat goyah kaki-kakinya yang telah tua. Apalagi melihat ke bawah ke aliran Sungai Bayang yan cukup deras dan dalam, siapa pun kalau gak berani pasti akan merangkak menyeberangi sungai itu.

Namun, upaya membungkus objek wisata dengan mitos adalah salah satu trik cerdas agar orang berkunjung ke daerah tujuan wisata tersebut. Mari kita lestarikan!

No comments:

Post a Comment