Jawaban yang janggal dan ragu-ragu didapat, saat saya lontarkan pertanyaan tentang potensi wisata di Kabupaten Mamuju Utara.
Pantai Tanjung, masyarakat menikmati indahnya sunset sambil makan durian Pasangkayu yang legit dan mereguk segarnya air kelapa.
Pantai Batu Oge. Tempat ini konom menjadi pendaratan pertama calon penduduk Mamuju Utara.
Terlalu umum, yaitu pantai tanpa menyebutkan nama yang lebih
spesifik. Namun, keraguan itu segera terjawab ketika kami berkunjung langsung
ke Mamuju Utara dan melihat sendiri potensi luar biasa yang seharusnya bisa mendatangkan
devisa bagi kabupaten yang baru
dimekarkan 11 tahun lalu dari Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat.
Secara
geografis Mamuju Utara lebih dekat bila ditempuh dari Palu, Provinsi Sulawesi
Tengah, hanya sekira 2 jam perjalanan. Sedangkan dari Mamuju yaitu Ibukota
Provinsi Sulawesi Barat, Mamuju Utara (Matra) yang beribukota di Pasangkayu ini
memakan waktu hingga 4 jam perjalanan darat.
Berbekal
rasa penasaran, saya dan Sigit, rekan fotografer, dari Jakarta pun langsung
mengeksplorasi lokasi-lokasi wisata yang menurut Pak Agus Ambo Djiwa yang juga Bupati
Kabupaten Mamuju Utara , belum resmi menjadi daerah tujuan wisata. “Tanah
sempadan di seluruh pantai di sini adalah milik penduduk, kami belum bisa
mengelolanya,” ujarnya.
Ki-Ka : Sigit Purwanto
(Fotografer), Aleashadewi (Presenter), Agus Ambo Djiwa (Bupati Mamuju Utara),
Titi Kusrini (blogger)
Alasan
itulah yang menyulitkan pemerintah
daerah langsung ambil alih tanpa pembebasan lahan. Sehingga sektor pariwisata
belum menjadi produk unggulan kabupaten yang
berulang tahun ke-11 pada 18 April 2014 itu.
Destinasi
pertama yang kami tuju adalah Pantai Tanjung yang berada di Pasangkayu,
Lokasinya tidak jauh dari pusat kota. Hanya sepuluh menit mengendarai mobil
dari rumah jabatan bupati di mana kami menginap. Kebetulan saat itu matahari
sudah mulai menggelincir ke Barat, kami berharap dapat memotret sunset di pantai ini.
Pasangkayu
sebelum dimekarkan adalah sebuah desa yang dihuni oleh transmigran. Tak heran
jarak rumah penduduk pun tak serapat desa-desa di Jawa. Di sini sedang terjadi
proses transformasi sebuah desa menjadi ibukota kabupaten. Beda dengan
masyarakat pedalaman yang rata-rata lahan ditanami sawit, pemandangan di
wilayah pesisir adalah pohon kelapa yang tinggi menjulang.
Setibanya
di Pantai Tanjung, tampak anak-anak remaja sedang bercengkerama dengan air
laut. Perasaan damai langsung menyergap saat mata memandang berkeliling. Pantai
yang langsung menghadap Selat Makassar itu menyajikan gelombang yang tenang.
Mengantarkan semilir angin sore yang langsung menerpa wajah kami.
Menunggu
sunset di Pantai Tanjung menjadi
semakin mengasyikan, ketika durian hutan menjadi teman kami ngobrol. Durian di
Pasangkayu tidak semahal di Jakarta, di sini durian hanya dihargai Rp 1.000.
Bahkan bila mau mencarinya di hutan, durian itu tinggal memungut karena tidak
ada pemilik yang mengambilnya. Kendati harganya murah, durian-durian ini sangat
lezat. Hampir setiap butir yang dibuka menawarkan rasa yang berbeda, mulai dari
yang sangat manis, legit, hingga yang manis pahit dengan kandungan alkohol yang
tinggi.
Saat
durian-durian itu habis matahari pun mulai tenggelam, kamera pun mulai beraksi
merekam pemandangan menakjubkan. Cahaya merah jingga pun menebarkan pemandangan
mistis yang mengagumkan.
Makan
durian Pasangkayu yang legit di Pantai Tanjung
Pantai Batu Oge
Pantai
lain yang menjadi satu lokasi yang sering dikunjungi masyarakat Mamuju Utara
saat hari Sabtu Minggu atau saat liburan adalah Pantai Batu Oge di Desa Batu
Oge, Kecamatan Pedongga.
Di
tempat ini sudah dibangun saung-saung tempat beristirahat di antara rerimbunan
pepohonan bakau yang sudah berusia sangat tua. Dahan dan akar seukuran paha
manusia melintang tak beraturan. Di dahan-dahan itulah wisatawan dapat rebahan
menikmati semilirnya angin.
Tampak
menjorok ke dalam laut, adalah bongkahan karang yang tajam dengan goresan
ukiran angin dan air laut. Bentuknya yang tak beraturan menunjukkan betapa lama
karang tegar itu tergores di tepi pantai.
Konon,
pantai ini adalah tempat pendaratan manusia pertama yang menemukan wilayah
Pasangkayu hingga akhirnya mereka bermukim dan menjadi penduduk asli di wilayah
tersebut.
Di
terik matahari yang cukup panas itu, air kelapa muda dengan serutan gula merah
menjadi sajian khas yang membawa angan kita melayang ke tempat-tempat wisata
pantai di Indonesia.
Bicara
wisata pantai, Indonesia memang tempatnya. Kami pun yakin, pantai-pantai di
Mamuju Utara ini bakalan termasyhur dan menjadi tujuan yang paling diburu
wisatawan baik dari Indonesia maupun mancanegara. Sama dengan destinasi lain
seperti Bali, Raja Ampat, maupun Wakatobi. Semoga. (*)
Bagaimana Menuju ke Sana?
Panduan ini adalah saat kami berkunjung pada Maret 2014
·
Dari Jakarta ada dua maskapai penerbangan yaitu
Garuda dan Lion yang melayani rute ke Jakarta – Palu atau Jakarta-Makassar-Palu
·
Penerbangan lain seperti Merpati, Sriwijaya Air,
Express Air melayani penerbangan dari dan ke Balikpapan, Luwuk, dan Toli Toli
menuju Palu.
Transportasi
Darat
Di bandara Mutiara Palu Anda bisa menyewa kendaraan dengan
tarif per hari antar Rp400.000-Rp500.000.
Akomodasi
Di Pasangkayu, Ibukota Kabupaten Mamuju Utara terdapat
beberapa akomodasi hotel yang cukup memadai seperti hotel Blok M, Hotel
Multazam, Hotel Trisakti, dan hotel Mutiara.
Hotel-hote tersebut dilengkapi dengan berbagai fasilitas
seperti Springbed (double, single), AC/kipas angin, TV, lemari pakaian, air
dingin/panas, dan breakfast. Rata-rata tarif mulai Rp100.000-Rp300.000.
Untuk bed tambahan dikenakan Rp15.000 – Rp35.000.
No comments:
Post a Comment