Sunday, June 23, 2013

Mata Air Seratus Pembawa Berkah


“Basuh muka pake air di sana, bisa mebuat awet muda” saran semacam itu sering kita dengar saat berencana berkunjung ke tempat wisata yang menawrakan sumber mata air. Hampir semua daerah di Indonesia memiliki sumber mata air yang memberi tuah kepada para pengunjungnya. Bisa awet muda, murah rejeki, sampai enteng jodoh.

Tak jauh beda dengan sumber mata air di Wakatobi. Kabupaten yang dikenal dengan surga bawah laut, karena lokasinya yang berada di pusat segi tiga terumbu karang dunia itu, terdapat sumber mata air di pinggir pantai yang dikenal dengan nama Mata Air Seratus.

Menengok lokasinya, sumber mata air ini memang lain dari tempat lain. Pasalnya, sumber mata air yang jumlahnya ratusan itu, lokasinya tepat di pinggiran pantai, di bawah bukit karang. Dan saat air laut pasang, praktis tempat ini tak bisa dikunjungi karena tertutup air laut.

Uniknya, air yang keluar dari mata air seratus ini rasanya tawar, kedati ia berada dan setiap kali air pasang, airnya tercampur dengan air laut yang asin.

Mata air ini berupa titik-titik kecil yang bertebaran di sepanjang Pantai Moli Sahatu yang terletak di Desa Patuno, Kecamatan Wangi-wangi, Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Dari titik-titik sumber mata iri itu, airnya yang tawar akan mengalir membentuk sungai-sungai kecil yang mengalir menuju ke laut lepas. Airnya yang dingin, dapat diminum, karena memang murni dari tanah, atau dibasuhkan ke wajah. Dingin dan menyegarkan. Tak heran bila air ini dipercaya dapat membuat orang senantiasa awet muda bila membasuh wajahnya di sana.

Lokasi mata air seratus terhubung dengan jalan darat. Karena persis di pinggir jalan raya Wanci (ibukota Wangi Wangi dan patuno). Hanya memerlukan waktu tempuh sekitar 40 menit apabila Anda datang dari arah Wanci, dan sekitar 20 menit dari arah bandara Matahora.

Letak pantai ini juga berdampingan dengan Pantai Patuno, di mana sebuah resort yang menawarkan berbagai wisata laut seperti snorkeling, diving, jetski, dan banan boat berada. Bila And menginap di patuno resort, Anda cukup berjalan kaki, jaraknya hanya sekira 300 meter, dengan catatan air laut sedang surut.


Banyak cerita mengenai keberhasilan sumber mata air itu bagi mereka yang percaya. Salah satu cerita diungkapkan oleh Bupati Wakatobi Hugua saat berbincang santai di restoran Patuno di suatu malam. Konon, dulu ada pejabat daerah yang menginap di Patuno Resort. “Beliau ini mendengar cerita tentang kehebatan mata air seratus. Nah, saat itu, dia sedang menantikan surat pengangkatan dirinya untuk dipromosikan ke jabtan yang lebih tinggi,” tutur sang Bupati yang dikenal konsisten dalam upaya melestarikan alam di wakatobi itu.

Begitu air laut surut, lanjut Bupati, tak buang-buang waktu, si pejabat ini langsung jalan kaki ke sumber mata air seratus itu. “Nah, apa yang terjadi? Setelah pejabat itu pulang, datang itu sms ke saya. Surat yang dinantikan turun, dan dia akan segera dilantik,” kata Hugua yang langsung menyatakan, itu mungkin karena faktor kebetulan. Tetapi mempercayai hal baik juga tidak ada salahnya, ujarnya seraya mempromosikan jika sumber mata air seratus ini menjadi unggulan pariwisata di Wakatobi.


Pembaca boleh percaya atau tidak. Sekitar tiga tahun lalu, kami datang bertiga, satu di antaranya adalah lajang yang baru saja putus ubungan dengan sang kekasih. Saat itu, kami sedang beruntung. Di pagi hari yang cerah, air laut surut sehingga meringankan langkah kami menuju ke sumber mata air serats itu. 

Di sana, dia pun berpuas diri membasuh mukanya dan sambil bercanda, dia berdoa agar segera mendapatkan jodoh yang sesuai dengan hatinya, sepulangnya nanti ke ibukota. Entah ini berkat mata air seratu atau bukan, tidak lama setelah kunjungan ke mata air seratus, dia pun dilamar oleh jejaka yang berhasil memikat hatinya. (*)


Monday, June 17, 2013

Snorkeling untuk Pemula

Bagi para pemula yang ingin menikmati wisata bawah laut, pilihan lain yang lebih menenangkan untuk menikmati kendahan biota laut di Wakatobi adalah snorkeling. Anda tak perlu menyelam jauh ke dalam laut, tapi hanya berenang-renang di permukaan. Anda pun tak perlu panik, bila capek, tinggal membalikkan badan kemudian telentang dan tiduran di permukan air laut yang melimpah.

Tak jauh beda dengan diving. Keindahan surga bawah laut Wakatobi dapat dinikmati dengan puas dengan snorkeling. Pasalnya, air laut Wakatobi sungguh sejernih air hujan yang dapat menguak semua keindahan terumbu karang dan berbagai jenis ikan hias warna-warni dengan beragam bentuk yang tinggal di dalamnya.


Lokasi lautan Wakatobi yang berada di pusat segitiga terumbu karang dunia inilah yang menyebabkan, hampir seluruh dasar laut adalah atol (karang) yang membuat air laut tidak keruh, namun sebening kaca.

Banyak lokasi snorkeling yang ditawarkan di Wakatobi. Pada kunjungan kami tiga tahun lalu, kami menikmati wisata bawah laut dengan snorkeling. Waktu itu, kami tidak cukup berani untuk diving karena itu adalah kunjungan kali pertama ke Wakatobi. Lagi pula, snorkeling juga aman bagi yang tidak punya waktu lama, apalagi kalau jam perjalanan pulang dengan menumpang pesawat tinggal hitungan jam. “Untuk mereka yang habis melakukan diving, tdak boleh langsung naik pesawat. Minimal mereka harus ada jeda satu malam, baru boleh naik pesawat,” ujar sang instruktur saat itu.

Kami dibawa ke salah satu lokasi snorkeling terbaik di dekat Pulau Hoga. Dari Wangi Wangi kami menggunakan perahu longboat ditemani dua instruktur diving dan seorang pengemudi perahu. Dibutuhkan waktu tempuh satu jam untuk mencapainya. Kalau diingat, itu adalah perjalanan yang berani mengingat kami mengarungi lautan luas hanya dengan perahu kecil, hanya saja dengan pelampung yang kami kenakan, perjalanan pun senyaman seperti para ahli melakukan yang melakukannya.

Kami sampai di pulau Hoga sebelum snorkeling. Begitu kaki mendarat, hamparan pasir putih yang bersih merampok kekaguman. Tampak di kejauhan bangunan rumah-rumah panggung dari kayu berseling dengan pepohonan yang rindang. Asri dan menenagkan.

Lebih masuk ke dalam pulau, tampak peralatan selam  berjejer, juga baju-baju menyelam yang sedang dijemur, juga berbagai peralatan lain yang tersusun di kotak-kotak plastik. Pulau ini sepi, saat itu memang sudah masuk waktu makan siang. Makin ke dalam barulah terdengar keributan dari bangunan kayu yang rupanya adalah kantin.

Ketika sudah dekat, kami hampir tidak menyadari kalau itu masih di Indonesia. Sebab, hampir semua orang yang sedang makan dan bercanda adalah orang-orang asing berkulit putih berambut pirang. “Mereka adalah para peneliti dari mancanegara,” ujar instruktur kami yang menjadi guide selama berkeliling Pulau Hoga.

Benar juga, tak ama kemudian kami menjumpai satu bangunan dengan papan nama “HOGA ISLAND Marine Research Station Wakatobi National Park”. Rupanya di pulau inilah pusat penelitian kelautan yang kerja sama Kementerian Kehutanan dan Institut Wallacea berada.
Setelah kunjungan singkat itu dirasa cukup, kami pun melanjutkan perjalanan ke lokasi snorkeling yang menjadi tujuan utama. Sebelum meninggalkan Hoga, kami mengenakan peralatan snorkeling yaitu alat pernafasan (snorkel), google (kacamata), dan fins (kaki katak). Secara singkat juga di-briefing cara penggunaan alat tersebut.


Kapal pun berhenti di lokasi yang telah ditentukan, kami pun takjub dibuatnya. Belum lagi nyemplung ke air, kami sudah melihat keindahan terumbu karang dan ikan-ikan yang berseliweran di bawah perahu. Padahal tempat itu cukup dalam, sekitar lima sampai 10 meter. Namun seolah kami dapat meraih karang-karang di bawah itu.

Diving Gak Bisa Renang? Tak Masalah Tuh...


Keindahan karang bawah laut Wakatobi termasyhur hingga mancanegara. Tak heran, bila kemudian ada jargon “Belum ke Wakatobi jika belum melakukan diving atau sekadar snorkeling untuk melihat taman surga bawah lautnya”


Bagi pengunjung yang tidak bisa berenang, tantangan itu cukup menciutkan nyali. Jangankan menyelam di kedalaman air laut

yang melimpah. Untuk memandangi permukaannya saja, kecil hati ini dibuatnya, dalamnya laut siapa yang tahu? Bayangan panik berada di kedalaman laut dan kejadian yang tak terduga menjadi hantu yang dapat mengalahkan keinginan untuk memecah jargon di atas.

Yang tidak bisa berenang, tak perlu khawatir. Sebab dua aktivitas yang bisa membawa kita melihat keindahan taman karang di kedalaman laut ini tidak menuntut seseorang pandai berenang. “Yang penting adalah berani!” tegas Master Diving dari Patuno Dive Center, Amir (38) yang kami temui saat mendaftar diving yang akan kami coba  untuk kali pertama ini.

Di ruang kantornya yang terletak di samping Restoran Patuno, resort di mana kami menginap selama kunjungan ke Wakatobi, kami mendaftar dengan mengisi formulir yang menyatakan berani menanggung segala risiko bila terjadi sesuatu selama mengikuti diving, riwayat penyakit yang cukup membahayakan seperti jantung, asma, atau nerves dan panik yang berlebihan. Namun, bila jawabannya ‘tidak’. Proses pendaftaran itu pun selesai. Petugas hanya memastikan apakah kami sudah cukup mendapatkan sarapan karena aktivitas di air akan menguras energi.

Setelah memilih pakaian khusus diving sesuai ukuran dan model, juga kaki katak, kami pun dipersilakan siap-siap. Petugas akan menjemput kami di kamar dan mengantar ke tempat diving untuk pemula yakni dermaga Sombu yang memakan perjalanan bermobil sekitar  15 menit dari resort.

Pagi itu, selain kami bertiga, ada dua divers lain yang memang datang ke Wakatobi khusus untuk menyelam. Catharina turis dari Belgia yang sehari sebelumnya datang bersamaan dengan pesawat yang kami tumpangi. Juga Ika, wanita pengusaha yang sedang ada urusan bisnis di Kendari. Secara khusus, dia mampir ke Wakatobi demi melihat keindahan  biota laut di pusat segitiga terumbu karang dunia ini. Keduanya  telah lebih dulu berangkat ke Sombu. Dan ketika kami sampai di kapal, kedua wanita ini telah menceburkn diri ke laut.

Turun dari mobil di dermaga, kami disambut kapal perahu longboat ukuran sekira sepuluh meter, yang akan membawa kami bertiga yang didampingi Amir ke kapal kayu yang tampak terapung di tengah laut. 

Setibanya di kapal kayu, kami dikenalkan kepada awak kapal dan seorang master diving lain yang akan mengawal kami menyelam, Sabar (27). Tanpa buang waktu, kami diminta untuk mengenakan baju diving yang sudah disiapkan terlebih dahulu di kapal. Kemudian Amir mem-briefing kami tentang peralatan dan tata cara penggunaan alat diving. Terpenting, bagi kami yang baru kali pertama menyelam adalah mlakukan pernafasan dengan menggunakan tabung oksigen. “Kita tidak menghirup nafas dengan hidung, melainkan dengan mulut untuk menarik dan mebuang nafas,” ujar Amir.

Amir menjelaskan, kita akan perlahan melakukan latihan sampai kami bisa, yaitu mencoba alat pernafasan melalui oksigen, sejak di kapal dan membiasakan menggunakannya di air. Setelah itu, kami dikenalkan dengan peralatan yang menempel di jaket pelampung. Selain tabung okisgen dengan selang dan respirator, ada kacamata atau google yang harus dikenakan. Kami juga diajari cara mengatasi masalah jika kacamata kita masukan air saat berada di kedalaman laut. Yakni cukup dengan menengadahkan kepala, menekan bagian kening dan mengembuskan napas kuat-kuat melalui hidung.

Masalah lain yang kemungkinan bakal terjadi adalah tekanan pada telinga saat kita kita masuk kedalaman tertentu. Untuk mengatasi itu, kita diajari untuk melakukan penyeimbangan dengan cara membuang udara yang menyumbat telinga. “Sama seperti saat kita naik pesawat. Telinga akan terasa ada yang ngeblok biasanya kita bisa menelan ludah. Tapi kalau dalam kondisi penyelaman ini kita bisa melakukan cara tarik napas kemudian pencet hidung dan hembuskan ke arah telinga,” kata Amir, penyelam lokal yang telah bergabung sejak Patuno Dive Center berdiri pada sektar 2009 lalu.

Sedangkan untuk tenggelam dan mengapung di air, baik Amir dan Sabar mengatakan, tak perlu khawatir. “Ada selang dengan dua tombol untuk menggembungkan dan mengempiskan pelampung. Namun itu kalian gak usah khawatir  kami yang akan mengendalikan,” terang Amir.

Apalagi Amir menjamin, semua pemula, bahkan yang tak bisa berenang pun dipastikan dapat melakukan penyelaman sama halnya seorang master. “Itu bisa dipastikan dengan foto-foto yang nanti akan kita buat,” ujarnya.

Memang untuk menyerap pengetahuan baru dalam waktu sepuluh menit agak menyelipkan panik di hati. Namun, karena keyakinan dua master dive yang cukup meyakinkan, keraguan pun berubah menjadi penasaran. Hingga akhirnya kami bertiga diajak terjun ke lautan yang dangkal untuk melatih cara bernapas di air.


Namun apa yang terjadi? Byurr... begitu badan dan kepala kita tenggelamkan, bernapas dengan mulut ternyata tidak sesulit seperti yang tadi dipraktikkan di atas perahu. Dan, subhanallaah.... begitu melihat terumbu karang yang cantik, rasa penasaran mengalahkan ketakutan yang sebelumnya dibayangkan. Hingga tak terasa satu jam lamanya kami bertiga menyusuri tebing-tebing di dasar laut, menikmati keindahan terumbu karang yang masih hidup dan ikan-ikan yang warna-warni. Kendati kami hanya menyelam di kedalaman 5 meter, kami puas. Setidaknya foto-foto membuktikan kami pernah menyelam seperti ikan yang bebas di lautan. (*)


Sunday, June 16, 2013

Sarapan Bubur Kampiun, Berasa Siap Menjadi the Champion

Pagi itu  rombongan Humas KPDT bergegas dari Bukittinggi menuju ke Pesisir Selatan (Pessel). Berangkat lepas subuh, rombongan pun tak sempat sarapan di The Hills di mana kami menginap. Rencananya, rombongan kecil ini akan mampir di jalan untuk makan pagi sebelum meeting dengan Pemda Pessel untuk rencana KPDT Expo yang bakal dihelat di Pantai Carocok pertengahan April nanti.

Menjelang kota Padang, setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam, perut pun mulai menagih untuk diisi. Sepanjang jalan tak terlihat adanya kerumunan yang menandakan orang berjualan sarapan, karena memang kami tidak tahu tempatnya dan karena diburu waktu, kami pun tetap berjalan menyusuri Jalan Raya Padang – Pessel sembari melihat-lihat warung makan yang buka.Hingga tak jauh dari pelabuhan Teluk Bayur, kami melihat warung makan sederhana “Ni Wen” yang rupanya banyak dikunjungi para pencari sarapan pagi. 

Ini memang warung rumahan, hidangan yang disajikan pun sama persis dengan makanan yang disajikan di rumah-rumah orang Padang. Gulai pakis, rendang, balado ikan, balado telur, dan makanan khas Padang lainnya. Di tengah kegaluan memilih menu Padang yang bersantan, pedas , dan tentu saja agak berat untuk pilihan sarapan pagi. Tiba-tiba si pemilik warung menawarkan bubur kampiun.


“Aha… menu ini yang harus dicoba!” Bubur kampiun memang khas dari Ranah Minang, orang Padang menyebutnya bubua kampiun. Hampir setiap tempat di Sumatera Barat bisa dijumpai bubur kampiun, dengan campuran bahan yang terkadang beda. Biasanya bubur kampiun untuk sarapan, tetapi pada bulan Ramadan dijadikan santapan berbuka yang manis dan legit.

Entah siapa yang menemukannya, bubur kampiun ini terdiri dari aneka bubur yang dicampur menjadi satu. Barangkali yang menemukan dulunya adalah orang iseng yang mencampur beberapa jenis bubur ke dalam piringnya, dan ternyata hasilnya bubur yang enak.

Bubur kampiun Padang ini biasanya campuran dari bubur sum-sum, bubur kacang  hijau, bubur ketan hitam, bubur candil, kolak ubi, kolak pisang, ketan putih yang dikukus, ada kolak labu,  dan bubur delima (bubur merah putih dari tepung kanji). Anehnya, ‘persatuan' bubur ini hasilnya enak dan memanjakan lidah.

Dilihat dari namanya boleh jadi bubur ini adalah buburnya the champion. Karena kelezatan rasanya membuat sesorang seolah menjadi pemenang karena puas dengan cita rasa bubur kampiun yang dihidangkan.

Sarapan bubur kampiun di warung Ni Wen, menjadi pilihan tepat. Tidak terlalu mengenyangkan, tapi cukup memberikan pengalaman lidah untuk mencicipi berbagai rasa manis, asin, dan gurih dalam satu sajian. Usai sarapan rombongan pun bergegas menuju Kantor Bupati Pessel.

*Posting yang tertunda ini bisa dibaca di Majalah JELAJAH KPDT Edisi Februari 2013