Thursday, April 14, 2011

Belajar manage waktu dong...

Di sebuah gerbong kereta rel listrik (KRL) menuju Jakarta, seorang pemuda berkacamata gelap membuka-buka lembar koran hari itu. Wajahnya menggekspresikan kebosanan. Waktu menunjuk pukul 10.45 WIB. "Barusan stasiun apa?" tanyanya tiba2 padaku yang baru naik dan berdiri di depan dia karena tempat duduk penuh. "Depok Baru," ujarku singkat. Dia pun kembali membolak-balik koran yang yang sepertinya sudah kehabisan berita untuk dibaca.
Tak lama kemudian, kereta berhenti, stasiun Pondok Cina, pemuda itu semakin gelisah, mendekati staiun UI, seorang penumpang turun, aku pun mendapat tempat duduk. Tiba2 pemuda tadi mulai ngomel, "Ini kereta gila ya, kalo mau cari penumpang liat-liat dong, wong gak ada yang naek kok ya brenti-brenti, gak tau apa penumpang kan lagi pada ngejar waktu!!!." Ajaibnya, perempuan yang dari tadi diam di sampingnya dan membawa travel bag di depannya mengamini omelan si pemuda tadi, "Iya nih, saya juga ngejar waktu."
Dalam hati saya pun tertawa... (ini yang gila siapa ya, KRL kok disamakan dengan angkot wakakakkkk...). kalo mau tepat waktu ya harus tau diri dong, atur waktu sendiri, berangkat lebih awal, jangan nyalahin kereta he he. lagian KRL jam segini kan emang dari Bogor pake brenti di tiga stasiun itu.
Kalo ngomongin KRL Jakarta - Bogor emang aneh. udah puluhan tahun mengelola kereta komuter ini, tetep aja sering terjadi kekacauan jadwal, belum lagi penumpang yang kian membeludak belakangan ini. Padahal kabarnya gerbong nambah terus tiap tahun, tapi entah kenapa masaah terus saja ada.
Sebenarnya, saya sempat senang ketika ada rencana untuk menghapus kereta ekspres. meskipun teman-teman pelanggan kreta ekspres pada gak setuju, saya justru sebaliknya.
Menurut logika saya, kalo gak ada kereta ekspres, berarti pengelola akan lebih mudah membuat jadwal dengan kereta yang ada, karena kereta tidak akan salip-salipan. Adalah pemandangan yang memprihatinkan, bila ada kereta ekonomi yang parkir di stasiun Depok atau Pasar Minggu, demi memberi jalan kereta ekspres yang akan melaju kencang, demi mengejar waktu, kendati kadang gerbong-gerbongnya kosong di jam-jam tertentu. Penumpang yang bertumpuk kepanasan terpaksa menahan peluh dan nyeri di kaki yang menumpunya berdiri, belum perasaan tertekan dari penumpang perempuan yang sebenarnya tak rela diimpit penumpang laki-laki yang sama sekali dia tidak kenal dan bau badan yang bercampur baur.
Sy coba membayangkan, seandainya penghapusan itu dilaksanakan, hanya ada dua kereta, ekonomi dan ekonomi AC, tidak ada yang perlu distimewakan, tidak ada yang perlu terpaksa berhenti lama di stasiun tertentu, kereta akan terus bergerak, setiap -- paling lama 30 menit sekali. berhenti cukup beberapa menit untuk turun naik penumpang, pasti tidak akan ada penumpang numpuk di stasiun dan berdesakan di gerbong yang pengap. Mungkin juga tidak ada kesempatan bagi penumpang yang memanjat naik ke atap gerbong, yang hingga kini makin menjadi pemandangan yang miris.Bisakah itu terjadi? semoga.